Friday, April 6, 2007

Friday, March 23, 2007

Revolution Vs Evolution



Supernarcissism Black Hole!

1. Mungkin kata-kata itu bisa gue pake buat judul poto ini.

- Yup, kata-kata itu pelesetan dari judul lagunya Muse.
2. Mungkin yang liat poto ini bakal bilang gue narsis abis.
- Absolutely. Tapi gue ngerasa ngak narsis, cuma antusias aja ngeliat evolusi gue dari kecil ampe sekarang (ngeles mode-on :P).
3. Mungkin ada beberapa gambar yang kualitasnya jelek di poto ini.
- Iya. Kan ada poto yang diambil waktu taon 1981.
4. Mungkin gue bisa "nyaingin" kadar narsisnya Safitri Jelski.
- Bisa jadi. Dia yang nularin penyakit itu ke gue, huahuahua.

Tuesday, March 13, 2007

13 Maret 2K7


Selasa, 13 Maret, adalah hari yang aneh tapi bikin seneng. Temen2 lama gue online setelah ngak ketahuan kabarnya selama beberapa saat. Mayan deh bisa ngobrol nanyain aktivitas mereka. Ya, Iduy+Boma (duo Dayakers--perkumpulan anak2 sastra Unpak) chatting. Seperti biasa, nanyain lowongan gawe, padahal mereka itu adalah wartawan lepas (ngak tau apakah masih jadi wartawan ataw udah dilepas ma surat kabarnya :P). Dan Ira (temen SMP) juga OL. Pakabar, Ra? Dia nanyain gimana kabarnya hubungan gue ma Pedit (Didit). Ah, bla-bla-bla, he-he-he....

Good news, akhirnya duit proyek dari Bos Uu tiba hari ini! Mayan bisa nambahin beli garem ma bumbu penyedap buat kemping Minggu besok. And gue sukses ngbikin Safitri Jelski ngambek.... Halo Jelek, sebenernya gue ngak tega, tapi gue emang ngjengkelin juga, kan? Miss U in billiard table!

Friday, March 9, 2007

Italia Juara, Gasak Prancis 2-1

Uu Suhardi, Redaktur Bahasa Tempo

Olympiastadion, Berlin, 9 Juli 2006. Final Piala Dunia: Italia versus Prancis. Di ruang ganti, Cannavaro dan kawan-kawan bersiap turun ke lapangan untuk bertempur melawan sang pembunuh juara bertahan. Pelatih Marcello Lippi berujar kepada anak-anak asuhnya, "Musuh kita adalah tim terbaik di dunia, jadi kali ini kalian harus benar-benar berkelahi, berjibaku, berkorban, dan siap mati di lapangan."

Pertandingan dimulai. Bermain kesetanan, Italia langsung menggempur. Pada menit kelima, Totti menusuk pertahanan lawan. Tapi Makelele sigap menghadang dan menjegalnya seraya mencocor bola. Wasit pun menghukum Prancis dengan tendangan bebas. Tembakan geledek Pirlo menggebrak pertahanan Prancis. Barthez memukul bola. Bola jatuh ke kaki Gilardino, yang langsung menghajarnya sebelum sempat disapu Gallas. Tapi bola kembali ditinju Barthez. Terjadilah kemelut di depan gawang Les Bleus. Luca Toni tiba-tiba menyambar dan menghunjamkan bola ke gawang Barthez. Jala Tim Ayam Jantan pun terkoyak. Gol?.

Prancis siap membalas. Pertarungan semakin panas. Inilah perang dua raksasa Eropa. Zidane dan kawan-kawan mengamuk dan terus membombardir pertahanan Italia. Meski bek-bek Italia bertahan dengan garang, Prancis yang semakin ganas beberapa kali menciptakan neraka di depan gawang Buffon. Menjelang akhir babak pertama, Thuram, yang merangsek ke depan, mendapat bola liar dan siap merobek jala Buffon. Tapi Gattuso, yang gagal menyodok bola, mengganjal Thuram dari belakang. Penalti! Vieira sang algojo sukses mengeksekusi bola dan menjebol gawang Azzurri. Skor sementara pun 1-1 dalam duel hidup-mati ini.

Babak pertama berakhir. Pemenangnya baru diketahui setidaknya satu jam lagi. Jika Italia menang, itu berarti Azzurri berhasil membungkam, menghajar, memukul, menggebuk, menggasak, menggulung, melibas, menjungkalkan, menghantam, atau membunuh Les Bleus. Jika menang besar, bisalah dikatakan Italia menggilas, melindas, menghancurkan, meluluhlantakkan, membantai, atau melumat Prancis.

Jadi, siapa bilang bahasa Indonesia miskin kata? Betapa nikmatnya pewarta olahraga, khususnya peliput pertandingan sepak bola. Begitu banyak pilihan kata yang tersedia hanya untuk menyatakan seorang pemain mencetak gol, menyebutkan sebuah tim mengalahkan tim lain, atau menggambarkan suasana pertandingan. Tapi bisa juga kita berpandangan sebaliknya: kosakata itu bisa lestari karena pewarta sepak bola kerap menggunakannya, bahkan mungkin menciptakannya.

Karena sepak bola adalah olahraga keras--begitu banyak benturan tubuh antarpemain--bisa dimaklumi jika pertandingan sepak bola kerap diwartakan sebagai pertunjukan kekerasan. Tapi, ingat, sepak bola hanyalah permainan. Maka wartawan pun bebas bermain dengan kata-kata untuk melukiskan pertandingan, mengeksploitasi begitu banyak kata untuk menghasilkan efek tertentu.

Bahkan tindakan yang dilarang hukum negara dan agama, seperti mencuri, merampas (bola), menipu (wasit), merampok (kemenangan), dan membunuh (tim lawan), sah-sah saja terjadi di lapangan sepak bola. Kata-kata "tabu" pun, seperti mengangkangi dan memerawani, bisa muncul dalam berita olahraga. Misalnya, "Vieira memerawani gawang Buffon" (karena belum satu pun pemain lawan yang bisa menggetarkan jala Italia). Dan semuanya dihimpun menjadi susunan bahasa yang indah oleh para pewarta.

Kembali ke laporan pandangan mata imajiner. Pada babak kedua, Les Bleus gagal mendobrak gerendel Azzurri. Akhirnya, Italia membuat Prancis terkapar lewat gedoran mematikan Inzaghi pada menit terakhir. Judul tulisan ini pun sudah tepat: "Italia Juara, Gasak Prancis 2-1". Anda penggemar berat Prancis? Skenario bisa diubah: Tim Ayam Jantan menang besar. Lalu silakan bikin judul: "Prancis Juara, Lumat Italia 4-1".

Seorang wartawan yang jago ramal sudah siap dengan judul begini: "Italia Juara, Thierry Henry Bunuh Diri". Bomber penghancur Brasil membobol gawang sendiri? Sepak bola memang gila!

------------------------------------------------------------------------------------------------------


"Ini tulisan bos gue sewaktu Piala Dunia 2006. Asyik, keren, dan menghibur. Gua muji bukan mo cari muka ataupun menjilat dia (asin tau! hehehe), lho. Bukan karena itu. Gue seneng aja kok ngbacanya. Oh ya, tulisan ini tentang sepak bola yang diliat dari sudut pandang bahasa. Ramalannya boleh juga, Bos!"

Youth


Collective Soul adalah kelompok musik rock alternatif asal Georgia, Amerika Serikat, yang mewarisi genjrengan gitar ala kelompok-kelompok musik rock klasik pada 1970-an dan 1980-an. Terpengaruh musisi Elton John, tapi musik mereka kadang bisa semantap musik heavy metal ala Led Zeppelin.

Album Youth merupakan album teranyar mereka. Kelahiran album ini membutuhkan waktu tiga tahun, setelah mereka merilis album 7even Year Itch pada 2001 yang berisi lagu-lagu hit. Collective Soul terdiri dari Ed Roland (vokal, gitar, keyboard), Will Turpin (bas, perkusi), Dean Roland (gitar), Shane Evans (drum, perkusi), dan pendatang baru, Joel Kosche (gitar).

Album ini memuat 11 lagu yang tetap menjaga ciri khasnya berupa riff-riff gitar dengan rasa lebih energetik. Dengar saja lagu Better Now. Jalinan riff gitar, irama saksofon, dan keyboard menyatu membuat lagu ini terasa bersemangat--seperti semangat mereka untuk berpindah dari major label Atlantic ke El Music Group.

Album mereka banyak menggabungkan suara alat musik, seperti biola, trompet, keyboard, dan lain-lain. Cara ini telah mereka aplikasikan pada album-album sebelumnya, misalnya pada Disciplined Breakdown yang menyisipkan unsur brass section pada salah satu lagunya (Full Circle) dan album Blender dengan loop dan sample turntable-nya.

Suara akustik gitar Ed Roland pada How Do You Love membuat kita dapat mengenang intro balada Run dari album terdahulu, Dosage. Lagu ini datar dan tak pernah sampai puncak, tapi fill in strings-nya terasa begitu menyayat. Dan tak bisa dimungkiri bahwa Ed adalah pencipta lagu rock tapi bercita rasa pop.

Ke-11 lagu dalam Youth terasa berbeda dibanding album-album lawas Collective Soul. Suara gitarnya lebih kaya dan beragam. Hal ini sepertinya berubah seiring dengan masuknya Joel Kosche (gitar), yang menggantikan Ross Childress.

Joel Kosche adalah seorang teknisi gitar yang banyak membantu pembuatan album musisi atau grup band terkenal, seperti dalam album grup Matchbox Twenty.

Album Youth dapat menjadi penawar rindu bagi pencinta musik alternative dan post-grunge. Iyan Bastian (Koran Tempo, 24 April 2005)

Gue Benci Converse!



Pada usia 30 tahun, Marquis M. Converse, seorang manajer yang dihormati di sebuah pabrik sepatu, membuka perusahaan sepatu bernama Converse Rubber Shoe Company di Malden, Massachusetts, Amerika Serikat, pada 1908. Converse adalah perusahaan manufaktur sepatu karet yang menyediakan sol sepatu karet untuk pria, wanita, dan anak-anak.

Pada 1910, Converse memproduksi 4.000 pasang sepatu per hari. Namun, hal itu tak berlanjut ketika perusahaan membuat sepatu tenis pada 1915. Sejarah perusahaan mencapai titik perubahan pada 1917 ketika memperkenalkan sepatu basket Converse All-Star. Ini adalah inovasi baru pada saat itu.

Namun, pada 1921, Charles H. "Chuck" Taylor, seorang pemain basket yang selalu memakai sepatu Converse All-Star setiap bertanding, datang ke perusahaan Converse dan mengeluh karena kakinya sakit. Converse memberinya pekerjaan. Dia bekerja di bagian penjualan dan mempromosikan sepatu ke seantero Amerika.

Setelah Chuck memberikan perubahan pada pola dan desain Converse All-Star, perusahaan pun mengadopsi namanya pada sepatu model ini (lihat gambar).

Pada tahun 2000, waktu masih kuliah, gue beli Chuck Taylor Converse All-Star warna merah seharga Rp 75 ribu. Gue seneng banget dong sehingga setiap hari gua pake sepatu ini. Tapi, setelah satu bulan, gue menemukan ketidakberesan: sol sepatu Converse gue copot! Mo protes ke Converse, gue ngak punya ongkos (ke Amrik gitu, loh!). Lagian gue bukan pemain basket kayak si Chuck, gue cuma mahasiswa kere yang “membutuhkan” sepatu nyaman buat dipake.

Akhirnya gue pake sepatu lama gue dan dengan sadar menyimpan si merah Converse. Mulai saat itu, gue anti-Converse!

Blackholes and Revelations



Supermassive Black Hole adalah penanda keberangkatan Muse--Matthew Bellamy (vokal, gitar, dan keyboard), Chris Wolstenholme (bas), dan Dominic Howard (drum dan perkusi)--menuju “luar angkasa”, space rock opera. Lagu ketiga yang dirilis 19 Juni lalu dalam album terbaru grup itu, Blackholes and Revelations, seperti lagu mereka sebelumnya, Time is Running Out (Absolution, 2003), cuma temponya yang berubah. Pengaruh electronica dan Prince terekam pada lagu tersebut. Dan Bellamy menyanyikannya dengan falsetto diiringi riff gitar yang ngepop.

Pada album ini, tema musik yang lazim ada dalam ilustrasi musik film sains fiksi hadir. “Perjalanan menuju luar angkasa” dimulai ketika mendengar lagu pertama, Take a Bow, yang kental dengan bunyi synthesizer. Layaknya lagu pembuka Apocalypse Please pada album sebelum ini, Muse sukses memperkenalkan ciri khasnya--penggemar band itu mungkin akan berkata, “Wah, musiknya Muse banget.” Lirik bermuatan politik ada dalam lagu itu. Dengan nada marah, Bellamy mengingatkan seorang pemimpin negara pada lirik "Cast a spell on the country you run. You will risk all their lives and their souls".

Kejutan terjadi pada Soldier's Poem, dengan riff gitar yang halus dan harmoni backing vocal seperti Queen. Freddie Mercury memang salah satu pengaruh Bellamy dalam mencipta lagu, begitu pun Tom Morello (Audioslave) dan Jimi Hendrix dalam urusan teknik sound dan permainan gitarnya.

Knights of Cydonia sukses menjadi lagu penutup. Dengan pukulan drum fantastis, synthesizer, dan trompet, lagu ini menjadi epik progresif rock tersendiri bagi karier band itu. Mendengarkan album ini membuat kita terasa bertualang ke Mars dan bertemu dengan “ksatria dari Cydonia”. Iyan Bastian (Koran Tempo 2006)

Friday, February 16, 2007

Addams Family

Hal yang gue suka dari stasiun tipi di Indonesia adalah mereka kadang nayangin pelem jadul. Kebanyakan pelem jadul tersebut ngak pernah gue tonton di bioskop, tapi ada juga yang pernah gue tonton. Kalo mau dibilang kasar, gue suka banget nonton pelem basi. Asyik aja. Telat-telat, deh....

Jumat, 16 Februari, jam 00.30, gue nonton pelem Addams Family Values di Indosiar. Gue inget kayaknya gue dah pernah baca atau liat sekilas resensinya. Tapi kalau nonton? Ah, gue tonton aja dah.... Addams Family, seinget gue, adalah pelem jadul yang dibikin lagi. Nih pelem diambil dari serial kartun tipi di luar negeri sono. Charles Addams yang bikin pelem kartun ini. Pelem ini isinya keluarga aneh, nyeleneh, or you can call it "American nuclear family", yang idupnya aneh juga.

Malem itu, walopun agak asing ngeliatnya, gue nyoba nonton Addams Family. Emang aneh sih, kayak pelem horor aja dandanan tokoh-tokohnya. Cuma gue agak tertarik pas ngeliat salah satu tokoh anaknya si Gomez Addams, namanya Wednesday. Sumpeh tuh cewek jutek banget.

Gue coba tegesin kayak siapa ya si Wednesday ini. Ah, nih cewek juteknya mirip si Didit Istiana (hai!), gebetan gue dulu waktu di SMP. Asli, gue seneng banget ngeliat tampang juteknya si Wednesday. Nih, dia si jutek. Akhirnya gue cari tau siapa sih si Wednesday ini. Gue cek ternyata nama pemerannya adalah Christina Ricci. Cakep juga ya, atau gue telat, sih?

Dan pelem Addams Family ngak gue tonton ampe abis, ngantuk euy! Zzzz....

Hai...

Gue ngak telat bikin blog, kan?